Cerpen Zaenal Radar T (Majalah
GADIS No. 06/XXX/1-11 Maret 2002)
Kebanyakan
teman-temannya pada mengeluh soal jerawat di wajah mereka. Lalu pergi ke supermarket membeli pembersih
muka atau obat-obatan anti jerawat.
Nyatanya, jerawat-jerawat di wajah mereka tetap saja merekah seperti
jamur di musim penghujan. Tapi mereka
tak pernah putus asa. Gagal dengan satu
produk, cari produk anti jerawat lainnya.
Seperti iklan obat jerawat di teve-teve rupanya.
Memang
sih, setelah diobati, jerawat-jerawat itu pada kabur. Kalaupun ada, paling hanya satu dua
saja. Namun di lain waktu jerawat itu
datang lagi mengajak kawan-kawannya.
“Huh,
jerawat! Sebeeeel...!” teriak Desy.
“Gimana
sih, cara ngilanginnya?!” keluh Erni.
“Pake
apa ya supaya cepet hilang?” gerutu Tina.
Dan
teman-temannya sering dibuat pusing oleh ulah jerawat mereka. Apalagi pas ada acara. Atau ketika janjian pengen ketemu temen
spesial. Kan malu kalau muka penuh
jerawat. Huh, jerawat!
Tetapi
buat Devi, jerawat adalah sesuatu yang ia damba-dambaklan. Devi begitu rindunya ingin memiliki
jerawat. Seperti jerawat
teman-temannya. Namun wajah Devi tak
juga tumbuh jerawat. Devi kesal
sekali! Devi pengen jerawat tapi tak
pernah jerawatan!
Devi
pengeeen banget jerawatan. Di pipi kiri,
kek. Di pipi kanan, kek. Atau di kedua
pipi. Tapi kapan? Devi merasa, bila ia tak jerawatan, maka ia
berbeda dengan teman-temannya. Sebab
semua teman-temannya berjerawat. Kenapa
ia tidak?
“Wajah
elo normal, Dev,” kata Novi.
“Gue
kepengen muka kayak elo,” komentar Rika.
“Elo
kok aneh, Dev. Tukar aja muka lu sama
muka kita-kita,” canda Erin.
Devi
nggak peduli komentar teman-temanya.
Pokoknya Devi pengen jerawatan seperti mereka! Titik!
Sebenarnya
Devi ingin sekali-sekali ke supermarket.
Beli obat jerawat. Malam-malam,
sebelum tidur, ia bersihkan jerawat-jerawat di wajahnya. Paling nggak, ia ingin sekali memencet
jerawat-jerawat itu. Oh, sayangnya,
semua itu hanya angan-angan belaka.
Sebab Devi nggak punya jerawat!
Bagaimana sih supaya wajah tumbuh jerawat? Devi kesal!
Kesal! Kesal!
“Kenapa
sih muka kamu bisa tumbuh jerawat?” tanya Devi pada Tina, suatu hari di koridor
sekolah.
“Aduh,
apa ya? Mungkin karena muka gue
berminyak kali, ya?”
“Kalo
elu, Des?”
“Gue
itu, kalo kecapekan, pasti jerawatan!”
“Kalo
gue sih, mungkin karena kurang tidur,” komentar Rika.
Erni
lain lagi, “Tante gue bilang, makan kacang bisa menyebabkan kita jerawatan,
lho!”
Hmm,
Devi berhasil dapet informasi tentang jerawat dari teman-temannya. Kalau ia ingin jerawat, berarti ia harus
seperti teman-temannya; berwajah berminyak, kelelahan, kurang tidur, atau banyak
makan kacang! Yess!
Tetapi
bagaimana supaya wajahnya berminyak?
Pasti ini yang paling susah.
Kayaknya yang paling gampang, makan kacang saja dulu. Maka, setiap hari Devi makan kacang. Dari kacang ijo, kacang tanah, kacang arab,
kacang kedelai, kacang polong, sampe kacang panjang! Dan yang nggak ketinggalan, kacang yang...
Ok’s bang... get! (Uh, iklan!)
Papa-Mamanya
heran setiap hari Devi makan kacang. Sampe-sampe ia nggak doyan makan yang
lain. Tapi bagi Devi nggak jadi
soal. Demi jerawat.
Oh,
seandainya jerawat itu benar-benar datang?
Tapi kapan?
Sudah
seminggu lebih Devi mengkonsumsi kacang.
Jerawat itu belum juga datang-datang.
Sebiji pun! Jangankan jerawat,
bintik sekecil atom pun, nggak nampak di wajahnya! Devi bercermin di kamarnya. Mana jerawatnya? Jerawatnya nggak ada! Kulit wajahnya masih
tetap seperti semula, masih tetap mulus, bersih, en semakin licin aja! Wuih,
sebalnya Devi!
Gimana
bisa tumbuh jerawat, kalau kulit nggak berminyak? Devi membathin. Bukankah Tina berjerawat karena kulit
wajahnya berminyak? Jadi, gimana caranya
supaya kulit berminyak?
Mungkin
harus pakai kosmetik tertentu supaya kulit berminyak. Tapi kayaknya nggak ada, deh. Yang pernah Devi dengar, kosmetik untuk wajah
berminyak. Atau untuk wajah kulit kering
dan normal. Psstt... Devi penasaran!
“Ada
nggak bedak untuk kulit normal supaya bisa berubah jadi berminyak?” Devi
bertanya pada ahli kecantikan.
Jawabannya: Tidak ada! Siapa sih di dunia ini yang kulit wajahnya
ingin berminyak?!
“Makan
saja makanan yang banyak mengandung lemak.
Pasti kulit kamu berminyak,” nasihat salah seorang ahli kecantikan.
Devi
langsung mempraktikan nasehat ahli kecantikan itu. Setiap hari Devi selalu makan makanan
berlemak. Lemak hewani atau nabati. Mulai dari susu, keju, kacang (ih, kacang
lagi!), daging, pokoknya yang berlemak!
Namun, nyatanya tetap saja kulit wajahnya normal!
“Gue
kalo pake minyak rambut, pasti jerawatan.
Terutama di daerah jidat gue,” cerita Erin. Uh, Devi ingat itu. Minyak
rambut.
Dan
Devi, setiap ke sekolah pakai minyak rambut.
Tapi setelah sering pakai, mana jerawatnya? Akhirnya Devi nekat. Minyak kelapa ia balurkan ke wajahnya. Hingga wajahnya yang mulus dan bersih pun
berminyak. Licin sekali. Seperti seorang
petinju yang dilumuri balsem bila hendak bertanding. Tapi ya ampuun, tetap nggak jerawatan!
Devi
nggak pernah putus asa. Persis pantun,
‘makan bubur dicampur kapur, maju terus pantang mundur’. Hehe... Setiap malam Devi tidur larut. Ia harus kurang tidur supaya pipinya cepat
berjerawat. Olala, ternyata yang datang
bukannya jerawat. Tapi ngantuk! Iya, lah!
Teman-temannya
bingung. Apalagi Papa-Mamanya. Devi pasti ada apa-apanya. Maksudnya, mungkin keinginan Devi berjerawat
punya maksud tertentu. Tapi apa? Entahlah.
Yang tahu hanya Devi sendiri.
Yang jelas semakin hari devi semakin kelihatan murung. Ia sungguh-sungguh ingin berjerawat. Satuu, saja!
Mengapa
orang lain bisa jerawatan sementara Devi nggak?
Khabarnya papa-mamanya juga dulu
jerawatan. Dan sampai sekarang kadang
ada satu dua jerawat nongol di pipi mereka.
Tapi Devi? Masya Allah, mau
jerawatan aja kok susahnya minta ampun, sih?
Apakah
ada dokter spesialis yang ahli mendatangkan jerawat? Kalau dokter yang ahli melenyapkan jerawat
sih ada. Tina pernah. Erni juga pernah berobat pada dokter ahli
jerawat. Dokter spesialis pencipta
jerawat? Mimpi kali, ye!
Rupanya
Devi nggak mau tahu. Devi mesti
bisa jerawatan. Wuah, Devi benar-benar gila jerawat. Akhirnya ia punya akal, biar terlihat punya
jerawat. Devi punya kakak yang kuliah di
bidang sinematography. Kak Suci yang
jago merubah-rubah wajah bintang. Dan
sekarang ia bekerja di film dan sinetron bagian tata rias artis. Jangankan
jerawat, tampang Mak lampir juga dia bisa.
Jadi Devi dibikin kayak Mak lampir?
Nggak, lah! Devi hanya ingin di
pipinya ada jerawat.
*
* *
Pagi-pagi
sekali kak Suci udah kelar mempermak wajah Devi yang mulus menjadi berjerawat.
Begitu artistik! Jerawat itu seperti
jerawat asli, yang dimiliki oleh teman-temannya Devi. Dari bahan apa jerawat itu dibuat, Devi nggak
peduli. Yang penting jerawat!
Betapa
bangganya Devi ke sokolah dengan jerawat yang ada di pipinya. Kalau tahu begini, Devi nggak perlu
susah-susah makan kacang, begadang, atau berlemak-lemak ria. Apalagi pakai acara melulur muka sama minya
kelapa segala!
“Devi,
kamu sekarang jerawatan, ya?”
“Ih,
kamu genit, Dev!”
“Nah,
ketahuan ya. Pasti ada yang ditaksir?”
“Makanya,
jangan ditahan-tahan!”
“Kamu...
tetap cantik meski berjerawat!”
“Ke
salon, yuk?”
Kak
Suci sungguh hebat! Semua teman-teman di
sekolah benar-benar percaya pada jerawat buatannya. Pantas saja banyak penonton film dan sinetron
tertipu dengan macam-macam wajah ciptaannya.
Tetapi
siangnya, waktu jam pelajaran terakhir, ketika Devi maju ke kalas baca puisi,
guru Bahasa Indonesianya dibuat
tersenyum.
“Muka
kamu kenapa, Dev?” tanya Bu guru.
“Jerawat,
bu,” jawab Devi malu-malu.
“Tapi,
kok, ada yang copot, tuh?” selidik Ibu guru.
Devi
meraba wajahnya. Hup! Dapet satu!
Jerawat itu! Benar,
jerawat-jerawat Devi pada rontok! Aduh,
Devi malu banget! Devi minta ijin pada
Ibu guru, berlari ke kamar kecil sekolah.
Bercermin. Jerawatnya mengelupas
semua! Ia basuh mukanya. Dan wajahnya menjadi mulus seperti
semula! Devi kembali ke kelas dengan
wajah aslinya.
“Dev,
diobatin apa jerawat lu!”
“Bagi-bagi
dong, rahasianya?!”
“Pasti
obat jerawat mahal, yah?”
Devi
menutup rapat-rapat daun telinganya. Dia
nggak mau pusing komentar teman-temannya.
‘Awas Kak Suci!’ ancamnya dalam hati.
Pas
bubaran sekolah ia langsung pulang. Mau
menghadap kakaknya. Rencana ke mal ia
batalkan. Sebab nggak ada yang bisa dibanggakan, karena apa yang ingin ia
pamerin udah lenyap semua! Ya, jerawat
itu! Jerawat itu rontok semua!
“Sory,
Dev. Make-up itu cuma khusus tahan lima
jam. Kamu mau yang lebih lama lagi, ya?”
kak Suci menjelaskan.
Devi
diam. Menarik nafasnya dalam-dalam. Bagaimana pun Devi nggak harus marah. Dia nggak bakal marah sama kakak tersayangnya
itu. Lagipula, bukankah hari ini ia
telah memperlihatkan dirinya pada sebagian teman-teman di sekolah bahwa ia
jerawatan? Meski palsu! Dan semua itu berkat Kak Suci.
*
* *
Inilah
pagi yang membanggakan. Devi berangkat
ke sekolah dengan hati yang sungguh luar biasa riang. Devi kembali ke sekolah dengan jerawatnya!
Jerawatnya
ini lain daripada jerawatnya yang kemarin.
Bukan jerawat buatan Kak Suci.
Tapi jerawat asli. Asli, lho!?
Betapa
bangganya Devi punya jerawat. Akan ia
tunjukkan pada teman-temannya bahwa ia juga bisa jerawatan! Dan devi nggak bakal sedih lagi bila
mendengar bintang idolanya bilang, “Saya senang dengan gadis yang punya
jerawat!” Karena kini Devi benar-benar
punya jerawat!
Tetapi
jerawatnya cuma satu biji. Nggak apalah
satu. Yang penting kan jerawat!
“Kamu
udah nggak jerawatan lagi ya, Dev?” tegur Tina.
“Siapa
bilang?” elak Devi.
“Mann...
na?” tanya Erni.
“Adaa...
aja!” Devi sok setengah mati.
Teman-teman
Devi bingung. Devi mengaku berjerawat
tetapi teman-temannya nggak melihat jerawat itu. Sebab wajah Devi tetap kelihatan mulus!
“Kalian
mau tahu ya, jerawat gue?” tawar Devi.
“Mana? Mana? Mana?!!” rengek teman-temannya. Penasaran.
“Niiiihhh...” Dengan bangga Devi menyingkap lengan
seragamnya di depan teman-temannya. Di
lengannya, jerawat kecil sebesar pentul korek api tampak menganga.***
Jerawatan
4/
5
Oleh
galerikaryaflp