Oleh Rahmadiyanti Rusdi (Majalah Ummi, edisi spesial 2012)
Terima kasih buat Mas Heru informasi tentang kata ”serendipity”
Koleksi Rahmadiyanti Rusdi |
Alam yang cantik, penduduk yang ramah dan hangat, peraturan merokok
yang sangat ketat, dan konon, ada riwayat menyebutkan bahwa Adam dan Hawa
diturunkan dari surga ke sebuah gunung yang terletak di negeri ini. Perpaduan
yang menarik.
Senyum di Mana-mana
Tiket pesawat
yang lumayan murah! Itu yang membuat saya dan seorang teman melakukan
perjalanan ke negeri Ceylon
atau Serendip, atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama SRI LANKA . Bahkan kami pun baru browsing tentang Sri Lanka dan memesan penginapan
beberapa hari sebelum keberangkatan, meski tiket sudah di tangan sekian bulan
sebelumnya. Banyak teman yang berkomentar kami cukup nekat untuk traveling ke Sri Lanka . ”Bukannya di sana masih perang?”, ”Nggak takut sama Macan Tamil?”,
“Memangnya ada yang dilihat di sana ?”,
begitu beberapa komentar iseng. Ternyata,
bukan sekadar alam yang cukup indah dan menarik, keramahan orang Sri Lanka juga
begitu membekas di hati kami.
Keramahan tersebut sebenarnya sudah terdeteksi
saat saya mengirim e-mail ke pengelola sebuah guest house di Kandy, salah satu kota yang akan kami kunjungi. Bukan
sekadar balasan yang ramah, tiba-tiba dia menelepon langsung, bukan dari Sri
Lanka tapi dari Perancis! Karena dia mengaku sedang ada urusan di sana. Dengan
sangat welcome, Malik, pria Muslim berusia
50 tahun tersebut mengucapkan selamat datang dan minta maaf saat kami di sana
dia masih ada di Perancis. Namun dia sudah berpesan kepada pelayan di guest housenya untuk melayani kami
sebaik-baiknya selama kami mengunjungi Kandy. Padahal kami hanya menginap
semalam di Kandy.
Keramahan berikutnya menyapa saat baru sekian
meter kami keluar dari pintu pesawat di Bandara Internasional Bandaranaike.
Beberapa tentara yang menyandang senapan nampak berjaga-jaga, tapi tetap
melempar senyum kepada para penumpang. Meski pada tahun 2002 pemerintah dan
Gerakan Pembebasan Macan Tamil (LTTE/Liberation Tiger Tamil Eelam)
menandatangani gencatan senjata setelah 20 tahun perang sipil, kehadiran
tentara di berbagai sudut jalan dan banyaknya security check point sepertinya menandakan kehati-hatian pemerintah
terhadap kondisi keamanan Sri Lanka.
Selain tentara, poster-poster besar dan billboard bergambar wajah pria berkumis
tersenyum lebar menyambut kami di sekitar bandara, juga di berbagai sudut
jalan. Mahinda Rajapaksa, pria berkumis tersebut adalah presiden Sri Lanka,
yang pada Januari 2010 lalu kembali terpilih sebagai presiden Sri Lanka dengan
perolehan suara 57,8%. Sempat terjadi friksi antara Rajapaksa dan Jenderal Sarath
Fonseka, kandidat presiden yang kalah dalam pemilihan. Fonseka dituduh
mengumpulkan tokoh-tokoh militer desersi untuk melakukan kudeta kepada
Rajapaksa.
Selanjutnya di imigrasi kami kami mendapat
”keramahan” lain. Uang 25 dolar yang sudah kami siapkan untuk visa on arrival (VOA) tak terpakai. Petugas
imigrasi sambil tersenyum mengecap paspor tanpa meminta kami membayar VOA.
Entah, kami juga sedikit bingung—meski senang, karena dari informasi yang kami
cari, warga Indonesia masih dikenakan VOA untuk berkunjung ke Sri Lanka. Beberapa waktu lalu seorang teman yang
berkunjung ke Sri Lanka juga melenggang masuk tanpa dikenakan VOA. Jadi, sepertinya
informasi tentang VOA bagi warga Indonesia yang hendak ke Sri Lanka harus di-update. Sama seperti negara Asia
Tenggara lainnya (kecuali Laos dan Kamboja), warga Indonesia bebas mengunjungi
Sri Lanka selama 30 hari, tanpa VOA.
Islam dan Buddha
Berbicara tentang negeri pulau yang berbentuk
seperti mangga ini, maka kita berbicara tentang negeri yang sedang membangun. Ekonominya
mulai menggeliat. Begitu juga pariwisatanya. Saat merancang itinerary selama lima hari di sana, kami
mendapat banyak pilihan tempat untuk dikunjungi. Ternyata, Sri Lanka memiliki
banyak tempat menarik. Lengkap! Dari pantai-pantai hingga pegunungan dengan
hutan dan taman nasional. Ada peninggalan kerajaan Buddhist di Anuradhapura dan
Pollonaruwa. Pegunungan indah di Naruwa Eliya (Sri Lanka adalah penghasil teh
nomor satu di dunia!), botanical garden
dan lembah sejuk di Kandy, pantai indah di Galle,Unawatuna, dan Mirissa. Jejak-jejak
peninggalan kolonial Portugis, Inggris, dan Belanda di Colombo dan Galle, hingga
taman nasional di Yala, Uda Walawe, Bundala, Lahugala, dan masih banyak lagi.
Namun karena waktu yang singkat, saya dan teman
hanya dapat berkunjung ke Kandy, Sigiriya, dan Colombo. Dua tempat, Kandy dan
Sigiriya, adalah kota yang terdaftar dalam UNESCO World Heritage City. Dalam traveling, saya memang senang
mengunjungi tempat yang termasuk daftar Warisan Dunia-nya UNESCO.
Kandy adalah kota yang
terletak di bagian tengah Sri Lanka. Suasana kota ini mengingatkan saya pada kota Bogor. Udaranya sejuk, karena Kandy terletak di daerah
perbukitan. Di kota inilah terletak The Temple the of Tooth, alias Kuil Gigi
Buddha, yang menjadi salah satu tujuan utama para turis. Gigi Buddha? Alkisah,
saat wafat, Buddha Sidharta Gautama dikremasi di Kusinara, India, tapi seorang
murid Buddha yang bernama Khema menyelamatkan salah satu gigi Buddha. Khema
kemudian menyerahkan gigi tersebut kepada Raja Brahmadette. Dari situ
berkembang kepercayaan bahwa siapa yang dapat memiliki gigi tersebut, akan menjadi
penguasa di wilayahnya. Gigi tersebut pun berpindah dari satu penguasa ke
penguasa lain, hingga akhirnya Kandy menjadi tempat terakhir ”sang gigi”.
The Temple of the Tooth
terletak berdampingan dengan Danau Kandy yang sejuk. Sayangnya ada peraturan tidak boleh
menggunakan alas kaki dan penutup kepala bila ingin memasuki kuil tersebut. Dan
jilbab dianggap sebagai penutup kepala, sehingga kami harus menanggalkan jilbab
bila ingin masuk ke dalam kuil. Hah? Nehi
la yauww! Kami pun hanya
berkeliling di sekitar kuil dan danau. Hampir setiap orang yang kami temui
tersenyum, bahkan menyapa kami lebih dulu. Kami melihat keramahan tersebut bukan
sekadar karena kami pengunjung dari negara lain, tapi karena orang-orang Sri
Lanka memang berkarakter hangat.
Hampir 70% penduduk Sri
Lanka beragama Buddha, 15% Hindu, dan Kristen serta Islam masing-masing 8%. Namun, hampir di setiap sudut kota Kandy
kami menemukan banyak sekali muslim dan muslimah. Tentu kami mengenali dari
busana yang dikenakan dan sapaan ”Assalamu’alaikum” dari mereka. Ternyata, Kandy adalah kota dengan
komunitas Muslim terbesar di Sri Lanka. Meski tetap, penganut Buddha lebih
banyak. Di Kandy juga kami merasakan aura kehangatan antar penganut agama yang
berbeda. Ketika kami melewati sebuah kuil cantik dan ingin masuk ke dalam tapi
agak ragu, seorang ibu yang akan beribadah di kuil tersebut dengan ramah
mnyuruh kami masuk untuk melihat. Di dalam seorang laki-laki tua yang nampaknya
pendeta menghampiri dan bertanya dari mana kami berasal. Ketika kami menyebut
Indonesia, laki-laki tersebut langsung berkata bahwa ia pernah datang ke
Indonesia. Kemudian kami berbincang, dan dari perbincangan tersebut dia
menyebutkan bahwa penganut Buddha sangat menghormati kaum Muslim. Dan memang,
jarang sekali terdengar konflik antara kaum Muslim dengan penganut agama lain
di Sri Lanka.
Dari Kandy kami ke Sigiriya Rock, sebuah gunung
batu. Cukup dahsyat memang situs ini. Menurut sejarah, situs ini dibangun oleh Raja Kassapa I pada tahun 477-495
Masehi. Berlokasi di wilaya Matale, Sigiriya Rock adalah salah satu dari tujuh
World Heritage Site yang ada di Sri Lanka. Untuk sampai ke atas, kami harus
menapak ratusan tangga, bahkan ribuan bila ingin sampai ke puncak batu yang
berupa taman cantik. Di sekeliling Sigiriya Rock terdapat taman-taman dan
pemandian, yang pernah digunakan oleh keluarga raja.
Kota kunjungan kami berikutnya adalah Colombo, kota
terbesar di Sri Lanka. Kondisinya mirip seperti Jakarta, dengan iklim yang agak
panas. Kami hanya seharian di
sini, menginap semalam tapi subuh harus kembali ke Indonesia. Jadilah kami
manfaatkan untuk keliling. Ke Masjid jami Al-Alfar, yang arsitekturnya cukup
unik, dengan warna merah putih. Mengingatkan pada bangunan gereja di Rusia. Kami
juga sempat berkunjung ke sebuah pantai di pusat kota, yang banyak sekali
pasangan bercengekerama di tengah hari panas. Haduh! Beberapa waktu lalu saya
baca di koran, polisi Sri Lanka melakukan razia terhadap pasangan-pasangan yang
bercengkerama di pantai. Bagus lah, biar pada tobat, hehe.
Ada satu situs yang tak kalah menarik, yaitu
Adam’s Peak. Sebuah riwayat global menyebutkan bahwa setelah ”terusir” dari
surga, Nabi Adam as diturunkan di sebuah gunung bernama Baudza si Semenanjung
Serendip alias Sri Lanka. Adam’s Peak terletak di wilayah Ratnapura, wilayah
pegunungan di tengah Sri Lanka. Sayang, kami tak sempat mengunjungi situs
tersebut.
Hotel Mengenyangkan
Biasanya ketika traveling ke negara minoritas Muslim, salah satu kendala adalah
makanan halal. Nah, di Sri
Lanka tak perlu risau kesulitan mendapat makanan halal. Sebab, sebagian besar
pengusaha restoran dan warung makan adalah Muslim. Di Kandy, Sigiriya, dan
Colombo, kami begitu mudah mendapati warung atau restoran halal. Informasi ini
kami dapatkan dari Uncle Mansoor dan
keluarganya. Dia adalah paman
Ihsan, seorang remaja yang diutus oleh brother
Pious, teman dari teman, untuk menemani kami selama di Sri Lanka. Ini sebuah
keramahan lain yang benar-benar tak bisa kami lupakan. Sebab, hingga sampai di
Sri Lanka, kami sama sekali tak mendapat konfirmasi yang jelas. Sebelumnya saya
memang sempat mengirim email kepada brother
Pious, bertanya tentang tempat-tempat yang layak dikunjungi di Sri Lanka. Hanya sekali brother membalas e-mail meminta jadwal penerbangan kita. Tiba-tiba
saja saat turun dari bus di terminal Katuyanake, tak jauh dari bandara, Ihsan
menghampiri dan berkata bahwa ia diminta kakaknya untuk menjemput kami. Tidak
hanya menjemput, selama 4 hari Ihsan menemani kami. Di akhir traveling, remaja berusia 19 tahun yang
sangat fasih berbahasa Inggris tersebut mengaku bahwa menemani kami ke
mana-mana (meski kami menolak karena merasa tak enak), sebab tak banyak
muslimah yang melakukan backpacking seperti
kami, sehingga dia dan kakaknya khwatir kepada kami, hahaha.
Oh ya, entah mengapa, restoran dan warung-warung
makan di Sri Lanka disebut hotel. Awalnya kami sempat heran, kok banyak sekali
hotel tapi tak terlihat seperti hotel. Di mana kamar-kamarnya? Ternyata memang
begitu sebutan tempat makan di sana.
No Smoking!
Jangan coba-coba membawa rokok ke Sri Lanka! Bila
negara-negara lain masih membolehkan, dari 100 hingga 500 batang per penumpang
pesawat, maka Sri Lanka benar-benar melarang, tak boleh satu batang rokok pun!
Dari informasi di buku panduan di pesawat, hanya ada dua negara yang melarang
membawa masuk rokok, yaitu Singapura dan Sri Lanka.
Saya membuktikan sendiri betapa aturan ketat
merokok benar-benar diterapkan dan ditaati oleh masyarakat Sri Lanka. Di
bus-bus umum tak ada satu orang pun yang berani merokok. Bandingkan dengan di
Indonesia. Meski aturan larangan merokok di angkutan umum sudah ada, tapi
pelaksanaannya memble sekali. Dalam
perjalanan dari Katuyanake ke Kandy dan Kandy ke Colombo misalnya, udara yang
saya hirup benar-benar bebas rokok. Padahal bus yang saya tumpangi hanya bus
ekonomi biasa, yang ongkosnya hanya 60 rupee (sekitar Rp8000,-) dengan jarak
seperti Jakarta-Bandung. Apakah tak ada perokok di Sri Lanka? Tentu ada. Dalam
perjalanan Katuyanake-Kandy misalnya, di tengah perjalanan bus berhenti, dan
sopir serta beberapa penumpang laki-laki keluar. Agak menjauh dari bus, mereka
kemudian mengeluarkan bungkusan rokok, dan ya... merokok. Setelah selesai
(hanya sekitar 10 menit) semua naik kembali ke bus. Wah, salut juga. Larangan
merokok di tempat-tempat umum pun begitu taat diterapkan. Ketika kami tanya
Ihsan, mengapa mereka begitu taat, Ihsan hanya menjawab simpel, ”Because it’s not allowed, Sister.”
Serendipity
Ada satu kata dalam bahasa Inggris yang sampai
sekarang sulit diterjemahkan dalam bahasa manapun, yaitu ”serendipity”. Kata ini masuk dalam jajaran top ten english words yang susah diterjemahkan. Makna sederhananya adalah”sebuah
kebetulan”. Menemukan atau menjumpai sesuatu secara kebetulan ketika tengah
mengincar yang lain. Dan ternyata, sesuatu yang dijumpai secara kebetulan
tersebut seringkali lebih berharga daripada target sebelumnya. Nah, disinyalir kata
serendipity berasal dari ”serendip”,
sebuah istilah dalam bahasa Sansekerta (Sanskrit), ”swarna dhweep” atau ”swarna
dwipa” yang berarti golden land (pulau
emas). Istilah serendip pertama kali digunakan oleh pedagang Arab untuk
menyebut Pulau Sri Lanka (Ceylon). Mereka bak menemukan mutiara di lautan. Bak menemukan pulau emas di tengah
samudra, ketika menyinggahi Sri Lanka pertama kali.
Sepertinya itu yang kami alami dalam traveling ke Sri Lanka, ”hanya
kebetulan” membeli tiket, tapi kami menemukan keramahan, kehangatan, dan juga
alam yang cantik di Sri Lanka. [Dee]
Terima kasih buat Mas Heru informasi tentang kata ”serendipity”
Sri Lanka
4/
5
Oleh
galerikaryaflp