Oleh Sutono
Adiwira (Tambloid Cempaka, 8 Oktober 2010)
Kening
Affandi berkerut sembari memejamkan mata. Kedua tangan kokohnya meremas
rambut hitam, sedikit ikal di kepalanya. Mulutnya mendesis.
“Tidak.
Tidak mungkin Sekar melakukan perbuatan biadab,” batin Fandi bergejolak, masih
tak percaya. Di depannya sesosok perempuan jelita terkulai lemas dengan mata
terpejam di ranjang bersprei, dengan tangan terpasung selang dan jarum infuse.
*
* *
“Mas Fandi, sekarang Sekar sudah sekolah”
“Oh … ya” sahut fandi acuh. Tangannya masih
sibuk mengepal kerupuk mie ke dalam plastik.
“Ih … Mas Fandi sombong. Sekar kan lagi
ngomong,” cecar Sekar kesal.
“Tadi diajari apa sama Bu Guru ?” kata Fandi
sedikit melunak.
“Nyanyi
lagu Bintang Kecil, Topi Saya bundar dan balonku ada lima.”
“Sekar
senang dong, “
“Senang
sekali, mas. Soalnya bu gurunya cantik dan baik, tapi Sekar tidak suka lagu
Bintang Kecil.”
“lho,
kenapa ?”
“lagunya
sih enak. Tapi kata-katanya kurang tepat. Masa bintang kecil dilangit yang
biru. Padahal bintang kan munculnya malam. Apa penciptanya buta warna ya,mas ?”
Fandi
tersenyum sembari mengacak rambut Sekar. Dalam hati remaja yang masih duduk di
kelas 3 SMP itu anak Lik Hajo itu pintar dan cerdas.
“Sekar
lagi ngopo to,nduk ? Jangan mengganggu masmu. Dia kan lagi kerja, “ ujar Lik
Harjo dan istrinya hampir bersamaan.
“Kata
Bapak, kalau mau pintar harus akrab sama orang pinter juga. Kok bapak tidak
membolehkan Sekar ngobrol sama Mas Fandi yang selalu ranking sejak SD. Piye to,
Pak ?”
“Iya …
tapi Mas Fandi kan lagi kerja.”
“Sekar,
mau jadi anak pintar ?” tanya Fandi menengahi percakapan antara Sekar dan Lik
Harjo. Sekar menganggukkan kepala berkali-kali.
“Kalau
mau pintar ya harus rajin belajar. Nanti setelah mengepak kerupuk, Mas Fandi
ajarin cara membaca dan menulis.
*
* *
Meski
terpaut usia hampir 8 tahun, Sekar sangat dekat dengan Fandi. Kedekatan mereka
seperti saudara kandung.
Tidak
hanya dekat, Sekar dan Fandi juga saling memotivasi dalam pelajaran. Bila Fandi
dapat mempertahankan peringkat 3 besar di sekolah, Sekarpun tidak mau kalah. Ia
bahkan selalu ranking pertama setiap kali mulai raport dibagikan.
Fandi
termasuk karyawan yang istimewa. Selain masih kerabat, prestasi yang bagus
membuat Lik Harjo memperbolehkan Lik Harjo bekerja sambil sekolah. Padahal
biasanya Lik Harjo tidak memperbolehkan karyawannya bekerja sambil sekolah
apalagi hingga jenjang SMP. Sebagian karyawan Lik Harjo adalah para lulusan SD
yang tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
Kepercayaan
Lik Harjo tidak disia-siakan Fandi. Sebisa mungkin ia berusaha selalu berangkat
bekerja sepulang sekolah. Kalaupun terpaksa bolos kerja biasanya ada
kepentingan yang benar-benar mendesak misalnya latihan Pramuka atau apabila ada
kerja kelompok. Hal ini membuat Lik
Harjo tak keberatan ketika Fandi berminat untuk melanjutkan ke jenjang SMU.
*
* *
Lik
Harjo dan Sekar amat sangat kehilangan ketika Fandi tak lagi bekerja. Tepatnya
6 bulan menjelang pelaksanaan ujian SMU.
Tapi mereka tak bisa berbuat terhadap keputusan yang diambil Fandi.
Meski
telah keluar dari pekerjaan bukan berarti keakraban Fandi dan Sekar berakhir.
Bahkan setelah lulus SMU dan bekerja di luar kota, Fandi semakin memantau
keseharian Sekar melalui telepon selular.
Fandi
selalu mengetahui moment – moment penting tentang Sekar. Misalnya ketika Sekar
menerima raport, UAN SD hingga Sekar masuk ke SMP favoritpun Fandi selalu
diberitahu atau berusaha mencari tahu.
Di SMP
Sekar tumbuh menjadi sosok remaja yang jelita. Kulitnya halus sekuning gading,
rambutnya hitam, lebat bergelombang, hidungnya mungil, mancung serasi sekali
dengan kedua mata yang sayu plus sepasang alis yang hitam bertaut. Singkatnya
cantik dan memikat.
Selain
jelita, Sekar juga dikaruniai otak yang cemerlang. Sama seperti ketika SD, di
SMP Sekarpun menduduki ranking pertama di kelas. Dan kerap diminta sekolah
untuk mewakili berbagai lomba. Diantaranya lomba mata pelajaran, lomba pidato
Bahasa Inggris dan lain – lain.
Fandi
senang sekaligus kecewa ketika Sekar lulus SMP. Senang karena Sekar lulus
dengan nilai yang memuaskan. Kecewa karena begitu lulus, Sekar melanjutkan
sekolah ke sekolah kejuruan di luar kota, bukan melanjutkan ke SMU favorit agar
setelah lulus bisa melanjutkan ke Fakultas Kedokteran atau paling tidak di
Keguruan. Fandi juga khawatir dengan paras jelita, gelimang harta dan jiwa
remaja yang masih labil serta jauh dari orang tua dapat menjerumuskan Sekar ke
hal yang negatif.
Syukurlah
kekhawatiran Fandi tak terjadi karena selama sekolah di luar kota, Sekar malah
tergabung dengan berbagai kegiatan sekolah yang positif. Bahkan kalau di
sekolah Sekar memakai kerudung, meskipun kerudung itu dilepas kembali di luar
sekolah.
Waktu
terus berlari 7 tahun lamanya bekerja di CV Mawar. Tetapin selama 7 tahun
bekerja, posisi Asistant Manager yang membuat Fandi bertahan menjadi tenaga
penjualan produk elektronik itu tak kunjung teraih. Karena diambang kesabaran,
Fandi akhirnya memutuskan untuk keluar dari CV Mawar.
Bersamaan
dengan kesibukan Fandi mencari pekerjaan baru, Sekar lulus dari SMK dan sibuk
mengikuti tes seleksi mahasiswa baru.
Meski
tinggal di kota kecil, mencari pekerjaan dengan umur 25 tahun, ijazah SMU
ternyata sangat sulit. Hal ini menyebabkan Fandi mengiyakan ketika ada tawaran
untuk menjadi pelayan toko besi dan bahan bangunan. Begitupun dengan Sekar.
Kecerdasan otak tidak menjamin seseorang mudah diterima di PTN. 2 kali Sekar
mengikuti tes seleksi, dua – duanya gagal. Sekar sempat putus asa. Untungnya
tidak lama kemudian Sekar mau mengikuti saran Lik Harjo agar kuliah di dalam
kota saja. Sekar akhirnya mengambil D3 di sebuah politeknik jurusan komputer
sekretaris. Baru setahun kuliah di sana, nilai akademiknya yang lumayan membuat
sebuah perusahaan meminta Sekar bekerja. Sejak saat itu hari – hari Sekar super
sibuk. Pagi sampai sore bekerja kantoran. Sepulang dari kantor langsung ke
tempat kuliah.
Meski
sama – sama di kampung halaman kesibukan masing – masing membuat keakraban
antara Sekar dan Fandi nyaris terputus.
Hingga
suatu hari di belakang rumah Sekar, tepatnya di pinggir sungai. Seorang anak
kecil menemukan orok yang diperkirakan berumur 6 bulan di dalam kandungan.
Warga yang bikin gempar, lebih heboh lagi setelah mengetahui kalau pelakunya
adalah seorang gadis yang dikenal pendiam, cantik dan cerdas.
Fandi
menatap lekat sosok jelita tapi terlihat ringkih di hadapannya. Sementara itu,
Sekar yang sebenarnya sudah tersadar dari pengaruh obat penenang yand
disuntikkan dokter, mata Sekar pura – pura memejamkan mata. Dalam hati Sekar
berharap Fandi tidak menilainya kejam dan tak berperikemanusiaan.
Andai
waktu bisa diputar ulang, Sekar ingin menolak ketika sore dua orang relasi
mengundangnya makan malam.
Tapi
waktu tak pernah bisa akan kembali terulang. Pagi itu Sekar menemukan dirinya
terkoyak, remuk, redam tubuh dan harga dirinya, karena sesuatu yang ingin ia
serahkan setelah melalui janji suci itu kian koyak, musnah.
Sekar
merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Tubuhnya yang secara paksa harus menerima
tubuh orang yang tidak ia kehendaki. Segera Sekar mandi di hotel bintang satu
itu, membersihkan tubuh. Tapio tidak bisa ! Sekar merasa tubuhnya kotor dan
menjijikkan.
Celakanya,
kejadian naas itu menyisakan janin di perut Sekar.
Sekuat,
semampu, sebisa mungkin Sekar berusaha menyembunyikan kehamilannya. Ia tak
sanggup berkisah tentang malam jahanam itu pada siapapun. Tetapi semakin hari
tubuh Sekar semakin melar, membesar dan mustahil bisa disembunyikan lagi.
Ketika hendak berterus terang kepada bapak dan ibunya, Sekar juga lebih dahulu
kalau ibunya juga sedang mengandung adik yang selama ini Sekar nanti.
Pagi
berembun itu, entah mendapat bisikan dari mana. Dengan berbagai cara, Sekar
berusaha mengenyahkan janin yang sebenarnya mulai ia cintai.
Tegal,
5 Agustus 2010
Sekar
4/
5
Oleh
galerikaryaflp